Rabu, 15 April 2009

Suara Lembah


— fina sato



*
barangkali ‘kan kau dengar sesuara yang tiba menuba
terhela angin lembah harau, sebab segala tumbuh melahirkan bunyi kayu
melahirkan geletar sengau getah matoa hingga padam wangi gaharu.
barangkali ‘kan kau dengar sesuara yang tiba menghiba
terhela angin lembah harau, sebab segala sesuatu beranjak dari laut
beranjak dari sedap daging kerang dan tiram, apalagi gaung ombak.
barangkali ‘kan kau dengar sesuara yang tiba berpesan
terhela angin lembah harau, sebab segala bahasa dirapal secara kabut
dirapal merupa isyarat ladang yang menyimpan ragam ingatan lembab.

**
rapalan bahasa kabut, rapalan isyarat ladang
merupa kalimat angin yang menyimpulkan
tali puisi bakal bekal pembenaman dari diamnya
bunyi kayu. tapi siapakah itu, sesuara yang
tertarik pelan dari dasar pasir, sesuara yang
berani bersunyi di simpulan gaib kabut lembah,
tanah persemayaman raja putih? (kukira cuma
pitunang ngilu si penggetah burung rimba yang
menikmati kopi siangnya sambil menyaksikan
sekawanan beruk bermain-juntai di dahan batang
durian) suara itu beranjak aneh, seolah
menggumamkan sebuah ingin.mungkin berharap
terhela dari genggaman lembah.
rapalan bahasa kabut berupa tumpak-tumpak
tanah yang ditinggal pergi tempias hujan pagi.
rapalan isyarat ladang menyetujui jalur air yang
beranjak susut ke arah laut. semua menggema
bahasa semua menggema rapalan kalimat buta,
berkelana mengikuti gilanya angin lembah


Lembah Harau, 2008

Tidak ada komentar: