Minggu, 06 September 2009

“KANG” vs ”MAS” (tradisi kata sebutan di Dunia Pesantren)






Apabila dilihat dari struktur kata dan lisan (ucapan),sebutan kata ”Kang”dan“Mas” terlihat berbeda,tapi jika dilihat dari maknanya kedua kata sebutan itu artinya sama,dimana kata sebutan kang dan mas sama artinya dengan sebutan orang yang lebih dituakan atau sepadan dengan kata sebutan yang lain missal : kakak dan abang

Di era Modernisasi ini kata sebutan ”Kang”dan“Mas” tidak sedikit ikut tercampuri cara pandang seorang Santri terhadap Etika gaya bahasa yang ke-barat-barat-an sehingga menggeserkan kedudukan kata sebutan ”Kang”dan“Mas” yang sudah lama mentradisi dan menjadi sebuah jembatan menuju keta’dziman kepada seorang guru di Dunia Pesantren.

Kedudukan kode etik bahasa tersebut di Dunia Pesantren-kata sebutan “kang” lebih digunakan dikalangan Santri yang sebaya dan di sandang bagi Santri yang lebih dituakan.
Sedangkan kata sebutan “mas” sendiri disandang oleh para Putra kiyai dan tidak sedikit Putra kiyai lebih kerso (mau) dipanggil mas sebab lebih berkesan “merendah” dibandingkan kata sebutan “Gus” yang juga sebutan Putra kiyai tapi lebih berkesan bahwa yang menyandang sebutan “Gus” adalah Putra kiyai yang tersohor dan terhormat.

Walaupun demikian, sebutan ”Gus”dan“Mas” tetaplah sebutan para Putra kiyai yang mentradisi di Dunia Pesantren.

Akan tetapi seperti yang saya tulis pertama diatas bahwa kata sebutan ”Kang”dan“Mas” sudah bergeser kedudukan/porsi kode etiknya,yang tidak lain disebabkan kurangnya Santri sekarang memahami sejarah kata-kata sebutan yang memiliki kedudukan atau porsi di Pesantren itu sendiri dan sudah tercampurinya cara pandang yang sudah ke-barat-barat-an seiring kemajuan TI.

Ini terlihat banyaknya dikalangan Santri yang masih banyak tidak pernah menyapa kepada orang yang lebih dituakan dengan kata sebutan/sapaan “kang”,jika ditanya apa penyababnya? Jawabannya: sebagian besar Santri sekarang belum mengetahui kata sebutan yang memiliki kedudukan/porsi dalam tata cara menghormati orang yang lebih dituakan di suatu Pesantren dan selebihnya mereka “gengsi” menggunakan sapaan “kang” yang mereka anggap berkesan ”kuno”,dan mereka lebih memilih menyapa dengan kata sebutan “mas”bahkan “Gus” dikalangan Santri itu sendiri,walaupun sapaan “mas ” sendiri tidak menyalahi aturan etika dan adat secara luas tapi di Dunia Pesantren hal itu sudah menyalahi aturan etika dan adat di pesantren.yang notabene sebutan ”mas” dan “Gus”adalah sebutan Putra kiyai.dan apakah etis Putra kiyai disamakan dengan Santrinya dalam hal menyapa…?dan hal itu tidak menutup kemungkinan rasa dan perilaku ta’dzim Santri terhadap Putra kiyai sedikit demi sedikit hilang.

Tentu hal ini jangan di anggap sepele,mengingat Era Zaman seperti sekarang norma etika anak muda sudah tercampuri gaya ke-barat-barat-an seiring berkembangnya TI yang peset dan juga kecurigaan masyarakat terhadap lembaga Pesantren yang sudah berubah wajah dari lembaga pendidikan menjadi lembaga pengkaderan teroris dan hal ini tidak boleh ditinggal diamkan karena visi dan misi Pesantren sama sekali tidak ada pengakaderan teroris seperti yang Masyarakat duga.

Jika hal yang sekecil ini tidak terbina dan terkoordinir di Pesantren, apa kata Dunia,kelak alumni-alumni Pesantren tidak mempunyai moral dan akhlak yang baik.sedangkan Nabi Muhammad SAW sendiri dilahirkan untuk memperbaiki akhlak umat manusia dan juga sebagai suri tauladan umatnya.dan dengan demikian,apakah pesentren sudah kehilangan lampu visi dari pada Nabi Muhammad SAW?

Jawabannya kembali kepada tradisi dan pengenalan kode etika dalam pesantren itu sendiri apakah masih menjaga,melestarikan dan memperkenalkan tradisi dan pengenalan itu..atau malah sebaliknya ?

Sebab sudah menjadi barang tentu,keta’dziman dan etika baik dan sopan,Santri yang sesama sebaya maupun terhadap Santri yang dituakan dan kepada kiyai dan Putra kiyai, menjadikan kelak di Masyarakat, Alumni-alumni Pesantren mempunyai Akhlak yang mulia dan lembaga Pesantrenpun akan menjadi suatu lembaga pendidikan akhlak dan agama yang patut diperhitungkan untuk menjadi tolak ukur massarakat dalam membina akhlak Putra-putranya.

Tidak ada komentar: