Selasa, 01 September 2009

TUJUH BELASAN ALA SANTRI




Jika biasanya masyarakat desa menyambut dan memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dengan memasang gapura-gapura yang terbuat dari bambu dan bertuliskan Dirgahayu RI ke-64 dan menggelar berbagai lomba dan pertandingan mulai dari pra 17 agustus,hari H,hingga lewat 17 agustus, maka para Santri yang mondok disalah satu Pondok Pesantren ternama yang terletak di kota Purworejo memiliki kekhasan Pesantren yang berbeda dalam menyambut dan memeriahkan HUT RI ke-64.

Memang sejak dahulu Santri sudah dikenal dan bahkan terbilang berjasa untuk ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan dari pejajahan Negara Belanda dan Jepang,dengan jiwa Nasionalis mereka, selain mengaji dan dakwah mereka juga tergerak untuk maju berperang di medan perang sebab kehadiran penjajah itu selain ingin menduduki Negeri Ibu Pertiwi ini,mereka juga ingin memerangi Pesantren yang dianggap saat itu sangat berbahaya bagi kelancaran tujuan penjajahan.oleh karena itu sudah wajib hukumnya para Santri untuk membela Agama dan Negaranya.

Namun di era Globalisasi dewasa ini,Santri tidak perlu lagi berperang seperti zaman dahulu yang berperang secara militer.dan lalu apa yang harus dilakukan Santri saat ini?

Jawabannya adalah penanaman jiwa Nasionalis dan Santri saat ini lebih dituntut untuk berfikir kritis agar kelak keluar dari Pesantren menjadi kader-kader yang berguna bagi Agama,Negara,Nusa dan Bangsa dan tentunya yang berlandasakan ilmu pengetahuan dan Agama islam yang rahmatalill’alamin

Ya, hal itu sudah tergambar sejak dini di kehidupan para Santri saat masih di pesantren akhir-akhir ini,menyambut dan memeriahkan HUT RI ke-64 mereka mengadakan pertandingan sepak bola antar kamar,dari 11 kamar yang terlibat dalam pertandingan itu.
Pertandingan yang diselenggarakan dari inisiatif para Santri sendiri itu memakan waktu yang cukup lama,hampir dua Bulan pra 17 Agustus.sebab ketua panitia,Saudara Dimas razi tarmizi yang juga ketua komplek saat itu memilih hari jumat yang juga hari libur Pesantren dan diluar KBM Madrasah.

Tepat tanggal 16 Agustus, sore hari,disamping KBM pesantren sudah diliburkan, akhirnya final pertandingan sepak bola antar kamar yang sama sekali tidak memperebutkan hadiah utama di adakan dan diakhiri sore hari itu juga.

Dalam pertandingan sepak bola antar kamar itu, memang tidak memperebutkan hadiah utama tidak seperti halnya pertandingan-pertandingan yang diadakan di berbagai desa-desa,bagi mereka(Santri) kebersamaan dan upaya menanamkan jiwa Nasionalis di kalangan Santri sendiri sudah menjadi “Hadiah utama”,Karena meraka sadar akan para pendahulu mereka khususnya dari kalangan Pesantren sudah berjuang memperebutkan kemerdekaan dengan sekuat tenaga. Dan mereka sadar akan tanggung jawab yang diberikan oleh para leluhurnya itu.

Tidak hanya sampai situ saja penjiwaan Nasionalis Santri di HUT RI ke-64 ini,mereka juga mengadakan upacara HUT RI ke-64 di depan komplek asrama yang sengaja diadakan pada malam hari tepat pukul 00.00,dengan anggota : para Santri dan petugas serta Pembina : adalah anggota panitia dan ketua panitia.walaupun mereka tidak mengenakan seragam Sekolah hanya mengenakan sarung dan baju serta memakai kopiyah,tapi bagi mereka penjiwaan Nasionalis adalah yang lebih diutamakan dan
Paling inti,hal ini terlihat dari prosesi upacara yang mekanisnya sama seperti layaknya upacara HUT RI dan saat pengibaran bendera Merah Putih dengan iringan lagu Indonesia Raya upacara terasa sangat khidmad sekali,ditambah suasana hening di tengah dinginnya malam hari,mengingatkan akan perjuangan para leluhur mereka yang mungkin hingga tengah malam hari seperti saat itu,leluhur mereka masih bergeril untuk memperebutkan Kemerdekaan Indonesia.

Dan saat itu sempat terliang air mata sebagian para Santri tidak lain adalah karena khidmadnya proses upacara HUT RI ke-64.

Itulah penggambaran penjiwaan rasa Nasionalis di HUT RI ke-64 saat itu.dan selain itu kebersamaan para Santri juga terasa setelah upacara usai, yaitu makan bersama berupa Mie Instan yang diperoleh dari iuran yang dikeluarkan perkamar.

Tidak bisa dibayangkan, Mie instant yang berjumlah sebelas kardus itu dimasak menjadi satu dan dituangkan di atas daun pisang yang panjangnya kurang lebih 23 meter di depan komplek,walaupun demikian mie tersebut tetap saja habis karena jumlah Santri yang makan bersama mencapai 150 Santri yang duduk berjejer disamping daun pisang mamanjang tadi.

Bagi Santri hal itu sangat bermakna sebab dengan kebersamaan yang timbul disela-sela makan bersama akan tumbuh semboyan Indonesia “Binika Tunggal Ika”.dan di HUT RI ke-64 ini,Santri akan bisa menanamkan jiwa Nasionalisnya sehingga tercipta kader-kader Santri yang berguna dan membela Agama dan Tanah Air Indonesia.

Tidak ada komentar: