Wanita
Kartini di era Moderen ini terbilang sudah banyak tapi jika dipresentasikan
tidak sampai 50% dati total wanita di Indonesia yang berperan penting pada
perubahan bangsa Indonesia, mulai dari Ibu kita sendiri sebagai Pejuang Tangguh
yangmemperjuangkan anak-anaknya di dunia pendidikan sampai Ibu Sri Mulyani yang
sukses menjabat di Bank Dunia, mari kita kasih jempol, apresiasi dan semangat
kepada mereka.
Tapi aku
disini gak mau jauh-jauh menggambarkan seorang Wanita Kartini dalam benakku,
siapa dia? Dia adalah BU DE (kakak dari bapakku), menurut aku dia
adalah sosok wanita kartini yang memperjuangkan “cara hidup saling tolong-menolong”, dia adalah wanita yang tidak
memandang materi maupun balas budi, dia hanya mementingkan keikhlasan dan berprinsip
saling bantu membantu.
Di kampungku,
Magelang. Sudah terbiasa dengan adat “sambatan” atau ikut serta dalam
menyukseskan suatu hajat tetangga. Bu De ku sangat ahli dalam memasak, dia
sangat mahir dalam hal bumbu-membumbui apapun rempah-rempah yang di ‘pegang’
dia bisa jadi bumbu yang khas dan memiliki karekter yang unik dan lezat.
Tidak
diragukan lagi, karena kemahiran dia, bu De ku sudah tersohor namanya di
seluruh desa ku. Jarang sekali dia tidak mengatakan ‘tidak’ kepada siapa saja
yang mempunyai hajat dan meminta ‘sambatan’ untuk membantu memasak kepada Bu De
ku.
Pernah aku bertanya
ke Bu De, “Bu De, mau kemana lagi?”
Bu De
menjawab, “mau ke rumah pak santo,tadi Bu De ada sambatan suruh bantu memasak
disana.”
“padahal kan
kemarin baru saja ada sambatan kan Bu De?” tanyaku kembali, dan merasa kasian
karena Bu De terlihat lesu.
Jawab Bu De
dengan semangat, “ini sambatan tom, yang namanya menolong gak bisa di
tunda-tunda”.
Padahal jika
di bandingkan dengan ‘Materi’ atau imbalan yang akan didapat oleh Bu De, tak
cukup untuk makan seminggu.
Di tempatku,
bahkan. Dalam memberi imbalan hanya apaadanya, terkadang hanya uang tidak lebih
dari 50 ribu, atau yagn sering-seringnya Bu De ku hanya dikasih imbalan berupa
Sembako (beras 1-2 kilo, mie, telur, beras, kerupuk) dan beberapa masakan siap
saji (padahal masakannya sendiri, hehe)
yang titaruh di Bakul yang berukuran besar.
Ya, hanya
itu. Tak banyak imbalan yang diterima oleh Bu De ku,dan tidak sebanding dengan kerja
kerasnya, terkadang Bu De ku sampai menginap di rumah yang punya hajatan, bisa
dua sampai tiga hari.
Tapi dari
kekhlasan Bu De itulah, banyak orang yang memandang bahwa Bu De ku seorang
wanita tanpa tanda jasa, walaupun wanita tanpa tanda jasa sering di ‘maksudkan’ kepada seorang Guru, tapi bagiku Bu De ya
seorang Guru masyarakat yang mengajarkan cara hidup bersosial yang harus saling
tolong-menolong dan tidak mengharap imbalan/pamrih.
Itu sekelumit
cerita tentang wanita Kartini yang ada dalam benakku. Semoga bagi wanita-wanita
yang lain, bisa lebih semangat untuk menjadi pribadi wanita yang utuh, termasuk
utuh bisa memasak,hehehe.
PS: ada beberapa hal yang musti dicatat buat oleh-oleh pembaca setelah meninggalkan postingan ini, Budaya 'sambatan' dan peran seorang Wanita didalamnya, aku baru merasa 'ngeh' dengan tulisan aku sendiri, seharusnya 'penekanan' ke budaya sambatanlah yang harus di tonjolkan, mungkin ini efek dari quick write haha (masih aja ngeles *dikeplak*). tapi gak papalah, semoga pembaca lebih memahami. makasih saran dari teh @aniRingo :)
Budeku depan sendiri pakek kerudung putih, Dia Jago Masak! :D |
1 komentar:
Sambatan. Satu budaya yang patut dilestarikan karena Bude' sudah memasak hidangan yang jauh dari bahan kimia serta jauh berkualitas daripada katering-katering mewah di era sekarang ini.
Sikapnya yang tak kenal lelah saya salut sama Bude' nya :)
Terima kasih sudah berpartisipasi ya Tom :D
Posting Komentar