Sabtu, 21 April 2012

Wanita Kartini ya Bu Deku

Wanita Kartini di era Moderen ini terbilang sudah banyak tapi jika dipresentasikan tidak sampai 50% dati total wanita di Indonesia yang berperan penting pada perubahan bangsa Indonesia, mulai dari Ibu kita sendiri sebagai Pejuang Tangguh yangmemperjuangkan anak-anaknya di dunia pendidikan sampai Ibu Sri Mulyani yang sukses menjabat di Bank Dunia, mari kita kasih jempol, apresiasi dan semangat kepada mereka.

Tapi aku disini gak mau jauh-jauh menggambarkan seorang Wanita Kartini dalam benakku, siapa dia? Dia adalah BU DE (kakak dari bapakku), menurut aku dia adalah sosok wanita kartini yang memperjuangkan “cara hidup saling tolong-menolong”, dia adalah wanita yang tidak memandang materi maupun balas budi, dia hanya mementingkan keikhlasan dan berprinsip saling bantu membantu.

Di kampungku, Magelang. Sudah terbiasa dengan adat “sambatan” atau ikut serta dalam menyukseskan suatu hajat tetangga. Bu De ku sangat ahli dalam memasak, dia sangat mahir dalam hal bumbu-membumbui apapun rempah-rempah yang di ‘pegang’ dia bisa jadi bumbu yang khas dan memiliki karekter yang unik dan lezat.

Tidak diragukan lagi, karena kemahiran dia, bu De ku sudah tersohor namanya di seluruh desa ku. Jarang sekali dia tidak mengatakan ‘tidak’ kepada siapa saja yang mempunyai hajat dan meminta ‘sambatan’ untuk membantu memasak kepada Bu De ku.

Pernah aku bertanya ke Bu De, “Bu De, mau kemana lagi?”
Bu De menjawab, “mau ke rumah pak santo,tadi Bu De ada sambatan suruh bantu memasak disana.”

“padahal kan kemarin baru saja ada sambatan kan Bu De?” tanyaku kembali, dan merasa kasian karena Bu De terlihat lesu.

Jawab Bu De dengan semangat, “ini sambatan tom, yang namanya menolong gak bisa di tunda-tunda”.

Padahal jika di bandingkan dengan ‘Materi’ atau imbalan yang akan didapat oleh Bu De, tak cukup untuk makan seminggu.

Di tempatku, bahkan. Dalam memberi imbalan hanya apaadanya, terkadang hanya uang tidak lebih dari 50 ribu, atau yagn sering-seringnya Bu De ku hanya dikasih imbalan berupa Sembako (beras 1-2 kilo, mie, telur, beras, kerupuk) dan beberapa masakan siap saji (padahal masakannya sendiri, hehe) yang titaruh di Bakul yang berukuran besar.

Ya, hanya itu. Tak banyak imbalan yang diterima oleh Bu De ku,dan tidak sebanding dengan kerja kerasnya, terkadang Bu De ku sampai menginap di rumah yang punya hajatan, bisa dua sampai tiga hari.

Tapi dari kekhlasan Bu De itulah, banyak orang yang memandang bahwa Bu De ku seorang wanita tanpa tanda jasa, walaupun wanita tanpa tanda jasa sering di ‘maksudkan’  kepada seorang Guru, tapi bagiku Bu De ya seorang Guru masyarakat yang mengajarkan cara hidup bersosial yang harus saling tolong-menolong dan tidak mengharap imbalan/pamrih.

Itu sekelumit cerita tentang wanita Kartini yang ada dalam benakku. Semoga bagi wanita-wanita yang lain, bisa lebih semangat untuk menjadi pribadi wanita yang utuh, termasuk utuh bisa memasak,hehehe.




Budeku depan sendiri pakek kerudung putih, Dia Jago Masak! :D
PS: ada beberapa hal yang musti dicatat buat oleh-oleh pembaca setelah meninggalkan postingan ini, Budaya 'sambatan' dan peran seorang Wanita didalamnya, aku baru merasa 'ngeh' dengan tulisan aku sendiri, seharusnya 'penekanan' ke budaya sambatanlah yang harus di tonjolkan, mungkin ini efek dari quick write haha (masih aja ngeles *dikeplak*). tapi gak papalah, semoga pembaca lebih memahami. makasih saran dari teh  :) 



1 komentar:

anny mengatakan...

Sambatan. Satu budaya yang patut dilestarikan karena Bude' sudah memasak hidangan yang jauh dari bahan kimia serta jauh berkualitas daripada katering-katering mewah di era sekarang ini.
Sikapnya yang tak kenal lelah saya salut sama Bude' nya :)

Terima kasih sudah berpartisipasi ya Tom :D